Ketika Api Semangat Nasionalisme Kita Padam
![]() |
Ilustrasi; Bendera Merah-Putih |
yang kita cintai.
Ketika kita menengok kembali lahirnya bangsa Indonesia yang telah
direkam oleh jejak langkah sejarah, maka tentu kita akan melihat proses
dan berbagai tahapan panjang perjalanan waktu yang tidak singkat. Pun
demikian sangat tidak mudah diperjuangkan, tidak semudah lahirnya
beberapa negara lain yang pernah terbentuk dan berdiri berkat hadiah
persembahan para imprealis dengan segala konsekuensi negara boneka atau
negara persemakmuran. Israel misalnya, adalah sebuah negara hasil
kerjasama persemakmuran Ingris-Amarika Serikat dan bangsa-bangsa Yahudi
lainnya yang tidak terlalu sulit berdiri dan berkembang menjadi negara
maju dan besar serta ditakuti dunia. Hanya dengan berbekal doktrin
aqidah orang-orang Bule yang mengaku turunan Bani Israil itu datang ke
bumi Palestina dengan alasan merebut tanah nenek moyang mereka Nabi
Ishaq dan Musa AS (Max I. Dimont, sejarawan Yahudi, dalam bukunya “Jews,
God, and History) meski sampai hari ini belum ditemukan bukti sejarah
yang kuat bahwa mereka benar Bani Israil anak cucu Rasul Allah itu.
Lain halnya dengan bangsa Indonesia yang telah lahir dengan segala tetesan keringat, darah dan air mata perjuangan masa lalu oleh para pejuang negeri ini. Yudi Latif dalam bukunya “Menyemai Karakter Bangsa” telah mengemukakan bahwa negara-bangsa Indonesia lahir sejak ditemukannya tanda kebangsaan (tanda kebangsaan yang dimaksud adalah merdeka) kemudian melahirkan kata yang selanjutnya menjadi ikrar yang suci lalu kemudian merealitas dalam sejarah perjuangan hingga akhirnya lahirlah sebuah negara-bangsa yakni Indonesia itu sendiri. Para pioner atau perintis bagsa ini telah bersama-sama menemukan tanda, kemudian kata berbangsa Indonesia. Dari sanalah kemudian segalanya dimulai hingga sekarang ini republik ini kokoh berdiri dan kian maju enam puluh sembilan tahun lamanya.
Kini mata kita kembali disuguhi berbagai macam nuansa euforia kemerdekaan yang ditandai dengan ditancapkannya kembali berbagai aksesoris dan pernak-pernik bernuansa kebangsaan. Dimana-mana telah kita lihat umbul-umbul melambai-lambai, merah-putih berkibar-kibar, sedang aktitas masyarakat banyak disibukkan dengan pesta rakyat. Enam puluh sembilan tahun sudah republik ini memproklamasikan kemerdekaannya dan anak-anak bangsa turut serta bahu membahu mengisi kemerdekaan dengan pembangunan di segala aspek atau dimensi kehidupan. Mulai dari pembangunan infrastruktur negara sampai kepada pembangunan manusia Indonesia sebagai upaya mewujudkan cita-cita akhir bernegara yakni melahirkan manusia Indonesia seutuhnya yang adil makmur berlandaskan pada prinsip perikemanusiaan dan asas ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Sekali lagi enam puluh sembilan tahun sudah perjalanan panjang bangsa ini dan telah kita nikmati segala macam kemajuan diberbagai bidang pembangunan itu.
Kendati demikian tak dapat dipungkiri bahwa betapa banyak PR kebangsaan yang belum terealisasi hari ini yang merupakan harapan besar dari para foundling father bangsa kita. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah enteri point dari semua PR kebagsaan yang masih jauh dari harapan rakyat Indonesia. Kita bisa melihat dan merasakan bahwa di waktu yang sama di negeri kita hari ini, sebagaian anak bangsa telah benar-benar menikmati keindahan dan keasyikkan pembagunan kemerdekaan sedangkan sebagian anak bangsa lainnya yang jauh lebih besar jumlahnya masih hidup layaknya di masa-masa perjuangan kemerdekaan. Mereka yang hidup di pinggir-pinggir atau bantaran kali di kota metropolitan, di pesir-pesir pantai dan pulau-pulau kecil yang tak terjangkau, di pedalaman-pedalaman negeri yang terisolasi adalah tempat sebagian anak negeri yang harus diterima sebagai anak bangsa yang belum sepenuhnya merasakan dan menikmati dampak pembagunan kemerdekaan yang telah sempat terealisasi selama kurung waktu enam puluh sembilan tahun lamanya. Memang mereka tidak lagi dijajah oleh para kompeni dengan moncong senjata dan kerja rodi, tetapi mereka terjajah oleh zaman dan kemalangan keterbatasan kondisi. Padahal kemerdekaan yang telah hadir lebih dari setengah abad lamanya sejatinya mampu menghadirkan kemerdekaan yang sesungguhnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagaimana perkataan seorang filsof Yunani bernama Antonio Cramsci bahwa kemerdekaan yang sesungguhnya adalah kebebasan untuk mendapatkan hak-hak dasar hidup yang wajar berdasarkan prinsip kemanusiaan, meliputi hak-hak dasar pendidikan, layanan kesehatan yang memadai, serta kebebasan mendapatkan pekerjaan yang manusiawi. Jika kita bandingkan dengan negara tetangga kita Malaysia yang memproklamasikan kemerdekaannya dua belas tahun setelah Indonesia merdeka tentu sangatlah jauh berbeda, di Malaysia hampir semua kebutuhan dasar rakyat seperti rumah, air, listrik dan bahan pokok lainnya disubsidi sedangkan di Indonesia masih sangat sulit bagi sebahagian besar rakyat. Dalam hal infrastruktur Malaysia menduduki peringkat ke-26 sedangkan Indonesia pada posisi ke 76. Dari segi keilmuan dan penguasaan teknologi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya Indonesia lagi-lagi jauh di bawah Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam dan Thailand. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua rakyat Indonesia hidup terbelakang dari dimensi kesejahteraan sosial, sebagian rakyat di negeri ini hidup di atas rata-rata dengan harta melimpah, bahkan anak bangsa yang juga bos Djarum bernama R. Budi Hartono telah masuk kedalam deretan 40 orang terkaya Asia. Celakanya data Kemenko RI tahun 2014 yang dikutip dari okezone.com menunjukkan angka 80% rakyat Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Padahal kita semua mahfum bahwa negeri ini adalah negeri kaya raya akan sumber daya alam.
Pertanyaan kita selanjutnya adalah bagaimana mewujudkan keadilan sosial dan membalikkan keadaan menjadi 80% manusia Indonesia berada diatas ambang batas kemiskinan? Bagaimana bangsa ini dapat menghadirkan kesamaan rasa untuk anak-anak negeri ini, seperti halnya kesamaan rasa dikala sama-sama menentang dan melawan penjajah di masa perjuangan? Adalah bukan pekerjaan yang sulit andaikata seluruh komponen bangsa ini bersatu padu, bersatu dalam segala hal, bersatu dalam rasa dan cinta tanah air, bersatu dalam mengisi pembangunan, bersatu dalam penekan hukum, bersatu dalam mengusir kekuatan asing yang tak henti mengkeruk sumber daya alam negara kita untuk dibawah pulang ke negerinya, bersatu dalam pemberantasan korupsi, bersatu dalam melahirkan sumber daya manusia yang handal, bersatu dan bersatu dalam satu rasa, sehingga lahir kata susah senang sama dirasa. Itulah kunci akan hadirnya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sayangnya persatuan rakyat Indonesia hanya bisa diwujudkan manakala seluruh element bangsa ini menyadari dan menanamkan kembali semangat nasionalisme (cinta tanah air) seperti halnya di zaman semangat berjuang. Kita ingin semua rakyat Indonesia menghadirkan kembali ungkapan Tan Malaka tokoh pergerakan kemerdekaan dalam buku Gerpoleknya yang menyatakan bahwa di kala musim semangat berjuag seluruh komponen bangsa bersatu padu. Kita bersatu padu sebab di dalam dada kita telah berkobar-kobar api semangat cinta tanah air. Sekali lagi kita ingin dan harus menghadirkan kembali musim itu, musim semangat berjuang sebagaimana pula Bung Karno tatkala merumuskan Pancasila sebagai dasar Negara di dalam dadanya jua berkobar api semangat cinta tanah air. R. A Kartini ketika menjadi seorang gadis remaja yang tak gentar menghadapi Belanda karena di dalam dadanya berkobar api semangat cinta tanah air, para pemuda-pemuda tanah air ketika bersatu mengikrarkan sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928 juga didalam dada mereka telah berkobar-kobar api semangat cinta tanah air. Lalu apakah sekarang ini, di konteks hari ini, di dalam jiwa-jiwa kita masih terpatri semangat cinta tanah air itu? Pertanyaan yang perlu dijawab oleh seluruh anak bangsa. Jangan sampai api semangat dan nasionalisme kita telah padam lalu melupakan jati diri bangsa yang sesungguhnya. Ketika hal ini terjadi, maka jangankan menghadirkan kesejahteraan ke seluruh semesta Indonesia justru akan lahir beragam corak pemikiran dan tindakan yang berpotensi mengancam keutuhan dan kedaulatan negara. Atmosfer kebangsaan yang bisa lihat hari ini rupanya akan mengarah kesana dengan lahirnya beragam organisasi hasil impor luar negeri yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Islamic State Of Irak and Siria (ISIS) adalah contoh konkritnya.
Oleh karena itu diakhir tulisan ini kami mengajak seluruh komponen bangsa ini untuk sejenak kembali merenungkan sejarah masa lalu bangsa ini yang begitu sulit diperjuangkan hingga lahir menjadi negara-bangsa Indonesia dengan Pancasila sebagai perekat dan semua golongan bernaung di bawah satu benderah “Merah Putih”. Mari kita bersatu, bersatu dan bersatu untuk bangsa ini, dan katakan “tidak” pada ideologi dan pemikiran luar negeri. Kita tidak perlu lagi berkiblat ke barat, ke timur ataupun timur tengah sebab bangsa Indonesia adalah bangsa berdaulat, bangsa yang besar dan berideologi Pancasila sebagai landasan Negara yang mutlak dan telah disepakati sebagai sebuah konsensus nasional. Dengan demikian maka segala energi yang ada di bangsa ini dapat menyatu dan berkonsentrasi demi untuk melaksanakan amat dan cita-cita kemerdekaan.
Lain halnya dengan bangsa Indonesia yang telah lahir dengan segala tetesan keringat, darah dan air mata perjuangan masa lalu oleh para pejuang negeri ini. Yudi Latif dalam bukunya “Menyemai Karakter Bangsa” telah mengemukakan bahwa negara-bangsa Indonesia lahir sejak ditemukannya tanda kebangsaan (tanda kebangsaan yang dimaksud adalah merdeka) kemudian melahirkan kata yang selanjutnya menjadi ikrar yang suci lalu kemudian merealitas dalam sejarah perjuangan hingga akhirnya lahirlah sebuah negara-bangsa yakni Indonesia itu sendiri. Para pioner atau perintis bagsa ini telah bersama-sama menemukan tanda, kemudian kata berbangsa Indonesia. Dari sanalah kemudian segalanya dimulai hingga sekarang ini republik ini kokoh berdiri dan kian maju enam puluh sembilan tahun lamanya.
Kini mata kita kembali disuguhi berbagai macam nuansa euforia kemerdekaan yang ditandai dengan ditancapkannya kembali berbagai aksesoris dan pernak-pernik bernuansa kebangsaan. Dimana-mana telah kita lihat umbul-umbul melambai-lambai, merah-putih berkibar-kibar, sedang aktitas masyarakat banyak disibukkan dengan pesta rakyat. Enam puluh sembilan tahun sudah republik ini memproklamasikan kemerdekaannya dan anak-anak bangsa turut serta bahu membahu mengisi kemerdekaan dengan pembangunan di segala aspek atau dimensi kehidupan. Mulai dari pembangunan infrastruktur negara sampai kepada pembangunan manusia Indonesia sebagai upaya mewujudkan cita-cita akhir bernegara yakni melahirkan manusia Indonesia seutuhnya yang adil makmur berlandaskan pada prinsip perikemanusiaan dan asas ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Sekali lagi enam puluh sembilan tahun sudah perjalanan panjang bangsa ini dan telah kita nikmati segala macam kemajuan diberbagai bidang pembangunan itu.
Kendati demikian tak dapat dipungkiri bahwa betapa banyak PR kebangsaan yang belum terealisasi hari ini yang merupakan harapan besar dari para foundling father bangsa kita. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah enteri point dari semua PR kebagsaan yang masih jauh dari harapan rakyat Indonesia. Kita bisa melihat dan merasakan bahwa di waktu yang sama di negeri kita hari ini, sebagaian anak bangsa telah benar-benar menikmati keindahan dan keasyikkan pembagunan kemerdekaan sedangkan sebagian anak bangsa lainnya yang jauh lebih besar jumlahnya masih hidup layaknya di masa-masa perjuangan kemerdekaan. Mereka yang hidup di pinggir-pinggir atau bantaran kali di kota metropolitan, di pesir-pesir pantai dan pulau-pulau kecil yang tak terjangkau, di pedalaman-pedalaman negeri yang terisolasi adalah tempat sebagian anak negeri yang harus diterima sebagai anak bangsa yang belum sepenuhnya merasakan dan menikmati dampak pembagunan kemerdekaan yang telah sempat terealisasi selama kurung waktu enam puluh sembilan tahun lamanya. Memang mereka tidak lagi dijajah oleh para kompeni dengan moncong senjata dan kerja rodi, tetapi mereka terjajah oleh zaman dan kemalangan keterbatasan kondisi. Padahal kemerdekaan yang telah hadir lebih dari setengah abad lamanya sejatinya mampu menghadirkan kemerdekaan yang sesungguhnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagaimana perkataan seorang filsof Yunani bernama Antonio Cramsci bahwa kemerdekaan yang sesungguhnya adalah kebebasan untuk mendapatkan hak-hak dasar hidup yang wajar berdasarkan prinsip kemanusiaan, meliputi hak-hak dasar pendidikan, layanan kesehatan yang memadai, serta kebebasan mendapatkan pekerjaan yang manusiawi. Jika kita bandingkan dengan negara tetangga kita Malaysia yang memproklamasikan kemerdekaannya dua belas tahun setelah Indonesia merdeka tentu sangatlah jauh berbeda, di Malaysia hampir semua kebutuhan dasar rakyat seperti rumah, air, listrik dan bahan pokok lainnya disubsidi sedangkan di Indonesia masih sangat sulit bagi sebahagian besar rakyat. Dalam hal infrastruktur Malaysia menduduki peringkat ke-26 sedangkan Indonesia pada posisi ke 76. Dari segi keilmuan dan penguasaan teknologi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya Indonesia lagi-lagi jauh di bawah Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam dan Thailand. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua rakyat Indonesia hidup terbelakang dari dimensi kesejahteraan sosial, sebagian rakyat di negeri ini hidup di atas rata-rata dengan harta melimpah, bahkan anak bangsa yang juga bos Djarum bernama R. Budi Hartono telah masuk kedalam deretan 40 orang terkaya Asia. Celakanya data Kemenko RI tahun 2014 yang dikutip dari okezone.com menunjukkan angka 80% rakyat Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Padahal kita semua mahfum bahwa negeri ini adalah negeri kaya raya akan sumber daya alam.
Pertanyaan kita selanjutnya adalah bagaimana mewujudkan keadilan sosial dan membalikkan keadaan menjadi 80% manusia Indonesia berada diatas ambang batas kemiskinan? Bagaimana bangsa ini dapat menghadirkan kesamaan rasa untuk anak-anak negeri ini, seperti halnya kesamaan rasa dikala sama-sama menentang dan melawan penjajah di masa perjuangan? Adalah bukan pekerjaan yang sulit andaikata seluruh komponen bangsa ini bersatu padu, bersatu dalam segala hal, bersatu dalam rasa dan cinta tanah air, bersatu dalam mengisi pembangunan, bersatu dalam penekan hukum, bersatu dalam mengusir kekuatan asing yang tak henti mengkeruk sumber daya alam negara kita untuk dibawah pulang ke negerinya, bersatu dalam pemberantasan korupsi, bersatu dalam melahirkan sumber daya manusia yang handal, bersatu dan bersatu dalam satu rasa, sehingga lahir kata susah senang sama dirasa. Itulah kunci akan hadirnya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sayangnya persatuan rakyat Indonesia hanya bisa diwujudkan manakala seluruh element bangsa ini menyadari dan menanamkan kembali semangat nasionalisme (cinta tanah air) seperti halnya di zaman semangat berjuang. Kita ingin semua rakyat Indonesia menghadirkan kembali ungkapan Tan Malaka tokoh pergerakan kemerdekaan dalam buku Gerpoleknya yang menyatakan bahwa di kala musim semangat berjuag seluruh komponen bangsa bersatu padu. Kita bersatu padu sebab di dalam dada kita telah berkobar-kobar api semangat cinta tanah air. Sekali lagi kita ingin dan harus menghadirkan kembali musim itu, musim semangat berjuang sebagaimana pula Bung Karno tatkala merumuskan Pancasila sebagai dasar Negara di dalam dadanya jua berkobar api semangat cinta tanah air. R. A Kartini ketika menjadi seorang gadis remaja yang tak gentar menghadapi Belanda karena di dalam dadanya berkobar api semangat cinta tanah air, para pemuda-pemuda tanah air ketika bersatu mengikrarkan sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928 juga didalam dada mereka telah berkobar-kobar api semangat cinta tanah air. Lalu apakah sekarang ini, di konteks hari ini, di dalam jiwa-jiwa kita masih terpatri semangat cinta tanah air itu? Pertanyaan yang perlu dijawab oleh seluruh anak bangsa. Jangan sampai api semangat dan nasionalisme kita telah padam lalu melupakan jati diri bangsa yang sesungguhnya. Ketika hal ini terjadi, maka jangankan menghadirkan kesejahteraan ke seluruh semesta Indonesia justru akan lahir beragam corak pemikiran dan tindakan yang berpotensi mengancam keutuhan dan kedaulatan negara. Atmosfer kebangsaan yang bisa lihat hari ini rupanya akan mengarah kesana dengan lahirnya beragam organisasi hasil impor luar negeri yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Islamic State Of Irak and Siria (ISIS) adalah contoh konkritnya.
Oleh karena itu diakhir tulisan ini kami mengajak seluruh komponen bangsa ini untuk sejenak kembali merenungkan sejarah masa lalu bangsa ini yang begitu sulit diperjuangkan hingga lahir menjadi negara-bangsa Indonesia dengan Pancasila sebagai perekat dan semua golongan bernaung di bawah satu benderah “Merah Putih”. Mari kita bersatu, bersatu dan bersatu untuk bangsa ini, dan katakan “tidak” pada ideologi dan pemikiran luar negeri. Kita tidak perlu lagi berkiblat ke barat, ke timur ataupun timur tengah sebab bangsa Indonesia adalah bangsa berdaulat, bangsa yang besar dan berideologi Pancasila sebagai landasan Negara yang mutlak dan telah disepakati sebagai sebuah konsensus nasional. Dengan demikian maka segala energi yang ada di bangsa ini dapat menyatu dan berkonsentrasi demi untuk melaksanakan amat dan cita-cita kemerdekaan.
Dirgahayu proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Hidup rakyat, panjang umur bangsa Indonesia.
*Sekretaris LSM Pemerhati Masyarakat Ulumanda Kab. Majene, Mantan Sekjend DPP IPPMIMM Makassar.