PERLUNYA MEMBANGUN KESADARAN KOLEKTIF
Oleh: Harmegi Amin*
Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah kebebasan untuk mendapatkan hak-hak dasar hidup yang wajar (Gramci, Dalam Fajlul Rahman Jurdi: 285). Hak dasar hidup yang dimaksudkan adalah hak dasar hidup pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja dan daya jual-beli masyarakat guna proses kelangsungan hidup dan kehidupannya. Hal yang sama diakui oleh Negara sebagaimana yang tercantum dalam cita-cita bangsa ini yakni menciptakan manusia Indonesia seutuhnya yang makmur, adil, tentram damai dan sejahterah. Pendek kata kemerdekaan hakiki adalah ketika rakyat tidak lagi bertanya besok mau kerja apa, dan besok mau makan apa? Itulah kemerdekaan.
Merespon hal diatas pemerintah melalui Undang-undang No. 22 Tahun 2002 mengimplementasikan kebijakan Otomi Daerah (otoda) guna mendekatkan pelayanan pembangunan publik ke seluruh penjuru tanah air khususnya daerah yang selama ini dipandang tertinggal jauh dari daerah lain dengan kebijakan desentralisasi pembangunan. Sebab pada banyak hal setiap daerah memiliki karakteristik tersendiri yang dengannya dapat merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan pembangunannya sendiri secara mandiri.
Tak cukup dari itu Pemerintah kembali mengeluarkan banyak hal tentang kebijakan pembangunan yang diarahkan khusus ke daerah-daerah tertinggal dengan didirikannya Kementrian Daerah Tertinggal (KDT), lagi-lagi tujuannya adalah untuk akselerasi pembangunan daerah tertinggal, Karena pemerintah sadar akan tujuan kemerdekaan yang sesungguhnya.
Pertanyaan kita selanjutnya adalah bagaimana daerah dan seluruh stakeholdernya mampu merespon, mengelolah dan mengevaluasi berbagai macam hal tentang kebijakan desentralisasi pembangunan. Bagaimana menghadirkan dan mewajahkan itu semua?. Tentu diperlukan sinergitas dari seluruh komponen di daerah guna mewujudkan harapan-harapan demikian. Maka dari itu baik Pemerintah Daerah, legislatif, kelompok-kelompok masyarakat, kaum muda dan rakyat seluruhnya sejatinya dapat membangun satu kesatuan guna mengusung satu visi bersama menuju pencapaian pembangunan yang diharapkan, tak terkecuali rakyat dan masyarakat Ulumanda sebagai satu rumpun keluarga, sosial-masyarakat harus mampu bersinergi dengan pemerintahnya maupun legislatif sebagai media penyambung aspirasi yang diakomodir oleh undang-undang.
Ulumanda Harus Berbenah!
Kenyataan yang kita hadapi adalah berbalik 180 derajat dari kondisi ideal yang diamanahkan oleh undang-undang. Bagaimna tidak, ketika kita membuka mata dan melihat potret Ulumanda hari ini maka kita akan disuguhkan oleh berbagai tontonan menarik yang begitu mengiris hati. Mungkin kurang ideal untuk mengurai satu per satu segala kompleksiitas masalah Ulumanda sekarang. Cukup untuk direnungkan kembali oleh semua wong Ulumanda, bahwa dari delapan Kecamatan di Kabupaten Majene maka Ulumandalah yang paling tertinggal jauh dari yang lain. Mugkin pula dilengkapi dengan beberapa kalimat: Ulumandalah yang paling buruk infrastruktur jalanannya, Ulumanda paling banyak warga miskinnya, Ulumanda paling banyak pekerja tak menentunya, Ulumanda paling susah mendapatkan pengobatan yang layak, pendidikan yang layak dan lainya yang tak usah disebutkan lagi disini. Pendek kata Ulumanda adalah kecamatan PALING tertinggal di Majene juga di Sulbar. Tentu ini kenyataan yang sungguh memilukan, padahal regulasi yang telah lama digulirkan begitu melebarkan kesempatan untuk membangun Ulumanda lebih baik lagi. Sayangnya tiak demikian.
Barang kali tidak salah ketika kita sepakat Kecamatan Ulumanda gagal? Begitulah kiranya jika kita ingin jujur pada kenyataan. Nah, sekarang ada banyak hipotesis yang secara subjektif menyebutkan bahwa gagalnya Kecamatan Ulumanda sebagai akibat dari kurangnya kesungguhan hati seluruh komponen terkait menghadirkan kebijakan yang strategis dalam pembangunan. Kebijakan yang dimaksudkan disini adalah program perencanaan, realisasi dan evaluasi. Memang harus diakui bahwa ada banyak kebijakan program yang masuk di Kec. Ulumanda, tetapi hanya sampai kepada tahap regulasi dan perencanaan, realisasi maupun evaluasinya bagai ungkapan “Jauh Panggang dari Api”. Sebagai contoh dana gernas yang begitu fantastis masuk setiap tahunnya ke Ulumanda sama sekali tak mampu mengangkat pendapatan petani Kakao Ulumanda. Biasa-biasa saja!, justru yang luar biasa adalah banyak kelompok tani yang tidak produktif.
Dilain hal, iklim kreatifitas pemuda Ulumanda sangat kaku. Upaya mendorong daya jual dan daya saing potensi ekonomi kreatif tidak tertata. Adaya hanyalah pendidikan pragmatisme yang diajarkan oleh para pendahulu kita. Generasi muda cenderung terjebak dalam politik praktis-pragmatis lalu melupakan tugasnya sebagai pemegang stafet pembangunan, sebagai pendobrak perbaikan rezim ketika tak lagi berada diatas rel kebenaran, tak lupa pula sebagai moral of force. Akibatnya kemandirian pemuda atau paling tidak jalan menuju kesana mati suri.
Dibidang kesehatan, ditemukannya indikasi gizi buruk di Kecamatan Ulumanda tahun 2010 menjadi bukti nyata lemahnya penanganan kesehatan di Ulumanda, diperparah lagi tingkat kesadaran masyakat akan pentingnya pola hidup sehat sangat lemah. Sebab beberapa penyuluh/petugas kesehatan tidak benar-benar sampai di lokasi tempat mereka ditugaskan. Lagi, alasan kelasik soal akses jalan seakan melegitimasi hal demikian.
Begitu jua dibidang pendidikan, berbagai masalah dilapangan sudah menjadi rahasia umum. Mulai dari ketidak hadiran sejumlah kepala sekolah di sekolah, matinya supervisi dari dinas terkait sampai kepada kelangkaan sarana prasana yang memadai. Ditambah rendahnya kualitas guru karbitan yang diangkat secara sepihak oleh pemangku kepentingan politik di kita, dari modal sarjana yang dipungut di tengah jalan. Lahirlah generasi pragmatis yang tidak membawa karakter seperti yang dimaui oleh kurikulum, pada akhirnya akan melahirkan manusia Ulumanda yang kurang ideal membangun kampoeng kite kata orang Jakarte.
Namun demikian telaah kritis diatas sebaiknya dicermati secara dewasa dan dingin oleh kita semua. Bukan menjadi ajang untuk saling menuding menyalahkan, justru menjadi cambuk khususnya generasi muda pemikir masa depan masyarakat Ulumanda. Kita pun semua tahu bahwa dalam segala keterbatasan kondisi kekenian, masih terdapat banyak plasma nutfah Ulumanda yang tak pernah berhenti berpikir dan bertindak demi rakyat Ulumanda. Mereka tetap dinamis guna menemukan jalan kebaikan untuk kita semua.
Sebagai bagian akhir dari risalah ini saya mengajak semua warga masyarakat Ulumanda bersatupadu menumbuhuhkan kesadaran kolektif, membangun sinergitas, memadukan segala potensi, dan bekerja mewujudkan kemerdekaan masyarakat Ulumanda.
Kemarin adalah sejarah, hari ini realita dan esok adalah impian!
*Penulis adalah Pemuda Ulumanda, Mantan Sekretaris Jenderal DPP IPPMIMM Makassar. Sekretaris LP LIMA Ulumanda